DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI...........................................................................................1
I.
PENDAHULUAN.................................................................2
II.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA......................................4
a.
Observasi........................................................................4
b.
Wawancara.....................................................................5
c.
Pendokumentasian...........................................................8
III.
DESKRIPSI HASIL LAPANGAN......................................12
IV.
PENUTUP............................................................................19
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................20
a.
Buku..............................................................................20
b.
Wawancara.....................................................................20
I.
PENDAHULUAN
Sejarah
merupakan sebuah peristiwa dan kejadian yang terjadi pada masa yang telah lalu.
Di mana,
masa tersebut merupakan bentuk awal dari sebuah kehidupan yang didalamnya
terdapat beberapa tindakan atau keadaan yang menyebabkan situasi pada masa itu
terbagi-bagi menjadi beberapa bagian diantaranya, situasi yang terbilang amat
sulit misalnya adanya peperangan, perebutan kekuasaan, konflik politik,
kekuatan untuk menjajah system perdagangan.
Dan hasil dari kejadian tersebut meninggalakan jejak ayang amat sulit untuk
dilupakan. Bahkan, kita sebagai manusia yang hidup setelah masa itu, masih bisa
merasakan akan apa yang meninmpa kehidupan masa lalu yang bisa dikatakan,
menyisakan sedikit rasa pilu terutama yang dirasakan masyrarakat, pemerintah,
sultan yang dulu terjajah oleh belanda, hal tersebut dirasakan amat perih bagi
penghuni provinsi banten.
Banten mempunyai banyak latar belakang sejarah yang
sangat panjang, dimulai dari masa prasejarah sampai dengan masa colonial.
Menghasilkan peninggalan-peninggalan sejarah dan purbakala yang terbesar di
seluruh wilayah provinsi banten. Masyarakat menyebutnya dengan bermacam-macam
sebutan, antara lain benda kuno, benda antic, benda purbakala, monument,
arkeologi (archeological remains), atau peninggalan sejarah (historical
remains).[1]
Akan tetapi, peninggalan yang dibangga-banggakan itu pun
kini hanya menjadi sisa, dimana mereka terbengkalai dan hanya menjadi sebuah
pajangan. Meskipun begitu, amat bangga sekali kita bisa menjadi bagian dari daerah
banten yang kaya akan sejarahnya, peninggalan-peninggalan yang menakjubkan,
yang apabila mungkin kita bisa melihatnya di jaman dan diwaktu itu. Apa yang
telah terjadi di banten ini adalah sebuah peristiwa yang mungkin sulit untuk
diingat dan sulit pula dilupakan, terhitung banyak sudah penderitaan, pahit
manis perjuangan, bahkan mungkin kesuksesan yang tidak berjalan sesuai
keinginan. Dimana, keinginana menjadikan banten makmur, damai dan adil tak
begitu terwujud. Namun, apa yang telah dibangun dan telah dirintis oleh
sultan-sultan yang memerintah pada saat itu, dan semua itu masih berbekas, dan
kita yang hidup sekarang masih bisa melihat apa yang telah diciptakan para
pendahulu seperti peninggala-prninggalan, situs, dan banguan seperti masjid,
keraton dan beberapa bangunan yang lainnya.
Di banten sendiri terdapat beberapa peninggalan salah
satunya adalah peninggalan kesultanan banten yaitu keraton kaibon, yang dimana
dibangun oleh salah satu keturunan sultan, dan beliau ini pun menjadi sultan
yang selanjutnya yaitu sultan syafiuddin. Dalam pembahasan ini kami akan
mencoba membahas mengenai keraton kaibon, yang menjadi pusat perhatian dari
keraton ini adalah disalah satu bangunan masih terlihat utuh, yaitu sebuah
masjid dengan lantainya yang utuh, gerbang-gerbang yang masih berdiri tegak
semua itu masih bisa kita lihat dan dengan mudah kita bisa mencapai tempanya.
Kaibon sendiri berasal dari kata
ke-ibu-an, yang berarti keraton
tempat tinggal ibu (sultan). Komplek keraton
kaibon yang terletak di Kampung Kroya merupakan tempat kediaman ratu asyiah,
ibunda sultan syafiuddin. Dari
laporan hasil peneitian kami ini setidaknya berisikan sedikit beberapa temuan dan
permasalahan yang terjadi ada masa penghancuran tersebut.
II.
Teknik Pengumpulan Data
A.
Observasi
Awal sebelum melakukan observasi persiapan yang kami
lakukan adalah mempersiapkan alat-alat yang akan kami gunakan dilapangan,
diantaranya adalah: alat tulis sebagai media untuk mencatat materi yang
disampaikan, alat perekam untuk mewawancarai narasumber, kamera untuk mengambil
gambar keraton kaibon, dan meteran untuk mengukur gerbang bentar, paduraksa,
serta ruangan dan kamar. Setelah itu kami mulai melakukan perjalanan menuju
situs keraton kaibon.
Sesaat setelah itu,
kami meminta ijin terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang atas pengurusan
keraton kaibon untuk melakukan observasi, setelah itu kami menemui salah satu
juru kunci yang mengetahui banyak tentang keraton kaibon, kami mewawancari
narasumber dan bertanya banyak tentang sejarah awal berdirinya, sultan yang
memerintah, dan pengahancuran terhadap keraton kaibon itu sendiri, kami
menggunakan alat perekam untuk merekam apa saja kata-kata yang terlontar dari
narasumber, sehingga mudah bagi kami untuk mendengarkannya berulang-ulang dan
tidak lupa juga, kami mencatat semua pertanyaan yang kami tanyakan kepada
narasumber. Setelah itu, kami menyusuri beberapa tempat di keraton tersebut dan
melihat-lihat, serta mengukur beberapa peninggalan yang masih berdiri tegak
sampai sekarang dan masih terlihat jelas fungsinya untuk apakah bangunan itu,
diantaranya yaitu sebuah pintu gerbang yang berjejer terdiri dari lima pintu
yang dinamakan gerbang bentar, dan gerbang yang tedapat di dalam keraton yaitu
gerbang paduraksa, serta beberapa ruangan yang diduga sebagai kamar dari ibunda
sultan syafiuddin yaitu ratu aisyah.
Dan setelah data sumber yang kami cari terkumpulkan sudah,
kami melakukan pemverifikasian terhadap sumber yang kami kumpulkan tersebut,
serta kami analisis lebih lanjut lagi. Dalam observasi yang kami lakukan
dilapangan ada beberapa sumber lisan dari narasumber yang berbeda dari sumber
yang kami temukan dipustaka dalam artian didalam buku. Namun, perbedaan
pendapat dalam sebuah penelitian itu adalah hal yang wajar, maka dari itu kami
menuliskan kedua pendapat yang berbeda tersebut, dikarenakan pendapat
subjektivitas dari kami pun tidak didukung begitu banyak pihak. Hal tersebut
bagi kami tidak menganggapnya sebagai permasalahan. Setelah itu kami susun
sedemikian rupa laporan penelitian kami dalam sebuah penulisan.
B.
Wawancara
Wawancara yang kami lakukan pada hari minggu, 14 desember
2014, tepatnya pada siang hari ba’da dzuhur di lingkungan sekitar keraton
kaibon, kami melakukan wawancara tersebut didalam bagian bangunan yang masih
terlihat utuh yaitu tepatnya di masjid yang berada didalam keraton kaibon. Kami
mewawancarai salah seorang juru kunci yang tahu betul mengenai keraton kaibon,
narasumber tersebut adalah bapak Mulangkara
selaku staf pengelola kawasan peninggalan sejarah Istana Kaibon, kami mengajukan beberapa pertanyaan dan mendapatkan
jawabannya terkait keraton kaibon diantara pertanyaanya dan jawaban tersebut
adalah sebagai berikut:
1.
Apa makna dan arti dari gebang bentar yang bersayap serta mengapa gerbang
tersebut didirikan menjadi 5 pintu yang berjejer, dan gerbang paduraksa yang
dibangun didalam keraton, dan bagaimana pintu tersebut di fungsikan?
Jawaban-nya adalah gerbang bentar yang bersayap
mengandung makna bahwa gerbang tersebut selalu dilewati siapa saja, dan arti
dari 5 pintu itu bermaknakan rukun islam, sedangkan gerbang paduraksa adalah
pintu yang disakralkan maka dari itu dibangun ditengah-tengah ruangan.
2.
Siapakah sultan terakhir banten?
Jawaban-nya bahwa sultan terakhir banten adalah, sultan
maulana syafiuddin yang ke-21
3.
Benarkah bahwa sultan rafiuddin salah satu keturunan dari kesultanan
banten?
Jawaban-nya adalah beliau sama sekali tidak ada jalur
keturunannya dengan sultan banten, hubungannya adalah dengan menikahi salah
satu putri dari sultan syafiuddin, maka dari itu meskipun beliau menjadi sultan
tapi, beliau bukanlah sultan yang terakhir, sebagaimana disebutkan diatas
sultan terakhir adalah sultan maulana syafiuddin.
4.
Siapakah yang sebenarnya membangun keraton kaibon, pada hal waktu itu
sultan syafiuddin masih berumur 5 atau 9 tahun?
Jawaban-nya adalah, keraton tersebut dibangun sebagai
hadiah untuk ibunda ratu aisyah, hanya itulah jawaban dari pertanyaan ini. Bisa
disimpulkan bahwa jawaban ini hanya dapat kami berikan melalui pendapat
subjektivitas menurut pandangan kami.
5.
Mengapa sultan syafiuddin diasingkan di surabaya?
Jawaban-nya adalah, karena sultan syafiuddin dituduh
membantu bajak laut selat sunda atu orang-orang yang melawan penjajah.
Dalam wawancara tersebut ada sedikitnya jawaban yang
tidak terjawab oleh narasumber dikarenakan berita, bukti dan lain sebagainya
belum diketahui oleh beliau, dan juga beliau mengatakan bahwa terdapat berbagai
pandangan dan pendapat mengenai keraton kaibon, hal tersebut mungkin sudah
menadi bagian dari sejarah, dimana berbagai pendapat dan pandangan yang berbeda
selalu mengiringi sejarah. Bukan hanya karena sumber dan bukti saja bahkan,
fakta yang seharusnya ada juga dipertaruhkan dalam hal ini. Namun yang menjadi
masalah yang paling sulit dalam hal penelitian memang benar adanya bahwa
faktalah yang menjadi pegangan sebuah penelitian, bukan hanya karena pendapat
dan pandangan dari logika dan pikiran manusia.
Demikian wawancara yang kami lakukan dengan bapak mulang
tara, meskipun ada beberapa jawaban yang kurang pas dan mengena, tapi kami akan
berusaha sebisa mungkin untuk mendapatkan jawaban yang lebih dari sekedar
jawaban. Maka dari itu, kami akan mencarinya melalui buku-buku dan data
lain-nya.
C.
Pendokumentasian
1.
Gerbang Bentar

gerbang
ini memiliki 5 pintu yang melambangkan rukun islam, sayapnya bermakna bahwa setiap
orang bisa melewati pintu utama ini.
2.
Gerbang Paduraksa

gerbang paduraksa terletak didalam keraton kaibon.
Mengapa gerbang ini terletak didalam kerataon? Karena pintu ini amat sakral.
3.
Mihrob Masjid

kelompok
keraton kaibon saat melakukan pengukuran mihrob masjid di keraton kaibon. Di
keraton ini lokasi penempatan bangunan masjid
yakni di halaman kedua.
4.
Kamar Ratu Aisyah

kamar ini diduga sebagai kamar ratu
aisyah, karena didalam kamar ini terdapat tanah yang menjorok kebawah, diduga
bahwa itu adalah pendingin ruangan.

kelompok keraton kaibon saat
melakukan pengukuran kamar ratu aisyah.

Saat melakukan wawancara kelompok
keraton kaibon dan kelompok yang lain dengan bapak mulang kara.

Kelompok keraton kaibon saat berada
area sekitar keraton, tepatnya disampaing halaman masjid.

Kelompok keraton kaibon saat
melakukan pengukuran di dalam masjid.
III.
Deskripsi Hasil Lapangan
A. Sejarah Terbentuknya Keraton Kaibon
Kawasan
Banten Lama di Kabupaten Serang banyak meninggalkan bangunan yang memiliki
nilai sejarah tinggi. Salah satu bangunan yang masih tersisa adalah Keraton
Kaibon yang terletak di Kampung Kroya, sekitar 500
meter sebelah tenggara keraton surosowan[2],
Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Keraton kaibon menjadi salah satu
bangunan cagar budaya Provinsi Banten yang menyimpan cerita kejayaan Kerajaan
Banten Lama. Keraton Kaibon merupakan salah satu bangunan utama pada masa
Kesultanan Banten (1526-1684), terpisah dari kompleks Keraton Surosowan sebagai
pusat pemerintahan. Hal ini merupakan tradisi masyarakat Jawa dimana Keraton
Kaibon merupakan tempat tinggal para istri dan Putri-putri Kesultanan. Dengan
kata lain yang lebih populer bahwa Keraton Kaibon adalah Keputrennya Kesultanan
Banten. Terletak kurang lebih 2 km dari Pusat Pemerintahan Keraton Surosowan
yang dikelilingi persawahan dan jalur transportasi sungai (atau lebih tepatnya
kanal khusus yang dibuat pada waktu itu).
Keraton ini dibangun pada tahun 1815, menjadi
keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan. Berbeda dengan Keraton
Surosowan, sebagai pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dibangun sebagai tempat
tinggal Ratu Aisyah. Hal ini dikarenakan Sultan Syafiuddin sebagai Sultan Banten ke 21 saat itu usianya masih
5 tahun adalah putra dari sultan muhyiddin zainul shalikhin. Nama
Kaibon sendiri dipastikan diambil dari kata keibuan yang memiliki arti bersifat
seperti ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Tahun pada 1813 kaibon menjadi pusat pemerinthanan dibawah
kepemimpinan sultan muhammad syafiuddin yang baru berusia 9 tahun, kemudian
kesultanan banten dihapus oleh belanda dan dinyatakan masuk dalam wilayah
teritorial batavia dan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu
•Banten lor/serang
•Banten tengah/pandeglang
•Banten kidul/lebak
•Banten kulon/caringin
mulai tahun
1816-1827 kaibon menjadi pemerintah kabupaten banten lor yang dipimpin oleh
pangeran arya adi santika pada tahun 1828, sebagai bupati banten yang pertama
yang mendapat dukungan belanda sebagai ganti pemerintahan kesultanan banten
yang dihapuskan oleh belanda mulai tahun 1813. Pada tahun
1809 mulai dikerjakan pembuatan jalan pos dari anyer sampai panarukan
banyuwangi sepanjang kurang lebih 1000 km. Sehingga perjalanan 40 hari dapat
dipersingkat menjadi 6 hari. Jalan dikerjakannya hanya dalam tempo satu tahun
dengan mengorbankan beribu-ribu rakyat banten.[3]
Pada tahun 1832 keraton kaibon ini dihancurkan oleh belanda yang dipimpin
oleh daendels, dimana awal mula penghancurannya yaitu dikarenakan daendels
ingin melanjutkan kembali jalan anyer sampai panarukan, akan tetapi sultan syafiuddin menolak untuk
mengirimkan rakyat untuk bekerja paksa (kerja rodi) dan hingga utusan dari daendels yaitu du puy ia dipancung dan kepalanya di serahkan kepada daendels. Dan juga
pelabuhan armada belanda di teluk lada ( di labuan). Dengan kejadian itu daendels pun marah besar sehingga ia mneghancurkan
kaibon, besreta keraton surosowan yang tak jauh lokasainya dari keraton kaibon.
Materialnya diangkut ke serang untuk membangun pusat pemerintahan belanda di
serang. Yang masih terlihat sekarang hanya sebagian pondasi, tembok, serta
gapura/pintu gerbang.[4]
B.
Lokasi keraton
kaibon
Kompleks bangunan ini terletak dikampung kroya lama, kelurahan kasunyatan,
kecamatan kasemen, kota serang, sekitar 500 M dari keraton surosowan, lebih
kurang 1 km sebelum masjid agung banten[5],
dan berada disisi jalur jalan serang banten lama disisi selatan kompleks
bangunan ini mengalir sungai cibanten. Luas kraton ini kurang lebih 2 hektar
dan dikelilingi kanal sebagai sarana transportasi dan pertahanan. Keraton kaibon merupakan bekas kediaman sultan
syafiuddin, seorang sultan banten yang memerintah sekitar tahun 1809-1813.[6]
C. Fungsi dan deskripsi bangunan keraton kaibon
Keraton
kaibon mempunyai banyak
sekali fungsi selain sebagai tempat tinggal atau kediaman ratu asyiah, Keraton
yang berdiri di tanah seluas mencapai 2-4 hektar ini,
dibangun menggunakan batu bata yang terbuat dari pasir dan kapur. Walaupun
telah hancur, namun terlihat jelas sekali bagaimana kita bisa
menyimpulkan beberapa bangunan yang berfungsi pada waktu itu. Diantaranya:
1.
Punggawa
a.
yang berfungsi sebagai rumah dinas
b.
Bangunannya berbentuk persegi empat, memiliki sebuah pintu besar yang
dinamai pintu dalam. Bangunan ini terletak di halaman dekat dengan pintu.
2.
Gerbang bentar
a.
Di pintu gerbang sebelah barat menuju masjid kaibon terdapat tembok yang dipayungi
sebuah pohon beringin pada tembok tersebut terdapat lima pintu bergaya bali,
gerbang pertama yang dikenal dengan gerbang bentar memiliki lima pintu yang
bergaya bali arti dari lima pintu itu melambangkan rukun islam, sedangkan sayap
yang terdapat pada pintu tersebut melambangkan bahwa gerbang tersebut selalu
dilewati orang yang berlalu lalang, siapa saja bisa melewati gerbang tersebut
seperti para kerabat, pengawal, atau pelayan-pelayan.[7]
Jadi, fungsi utama dari gerbang bentar adalah sebagai tempat berlalu lalangnya
untuk semua orang.
b.
Gerbang bentar memiliki sayap pada ujung pintunya, berbentuk seperti
tandunk, gaya arsitekturnya yaitu bergaya bali. Ukuran tembok itu panjangnya 80
meter dan tingginya 2 meter.
3.
Gerbang Paduraksa
a.
Gerbang ini terdapat didalam ruangan, yaitu gerbang gerbang paduraksa yang
bergaya jawa, yang menghubungkan bagian depan dengan ruang utama
keraton, gerbang ini memiliki makna bahwa tidak semua orang bisa
melewati gerbang itu, hanya ratu asyiah dan orang-orang yang berkepentingan
saja yang bisa melewatinya dikarenakan gerbang tersebut dianggap sakral dan gerbang
tersebut langsung menuju ruangan ratu asyiah dan tidak semua orang bisa
memasukinya. Jadi, fungsi utama dari gerbang paduraksa adalah sebagai tempat
lewatnya para ratu dan tidak semua orang bisa melewatinya.
b.
Gerbang paduraksa (khas bugis) lebih tinggi dibanding dengan gerbang
bentar, arsitekturnya yaitu bergaya jawa, dan gerbang ini terdapat didalam
keraton.
4.
Mihrob Masjid
a.
Fungsi utama dari
mihrob ini adalah pada masa
kesultanan adalah tempat imam sholat dan tempat berkhutbah sholat
jum’at, pada saat itu yang memimpin sholat adalah sultan syafiuddin. Sedangkan fungsi sekarang adalah untuk photo prewedding
dan sebagai objek wisata berphoto.
b.
Di keraton ini lokasi penempatan bangunan masjid yakni di halaman kedua, yang tersisa hanya mihrobnya dan lantai-lantainya
saja dan sampai sekarang pun lantai dan mihrob nya masih terlihat kokoh.
5.
Kamar Ratu Aisyah
a.
Kamar ratu aisyah tentu saja sebagai tempat untuk ratu tidur didalam
keraton kaibon.
b.
Deskripsi dari kamar ratu aisyah ini berbentuk sebuah persegi empat dengan
bagaian dasarnya yang lebih rendah atau menjorok kedalam tanah, ruangan yang
lebih menjorok ini digunakan sebagai pendingin ruangan yang alami dengan cara
mengalirkan air kedalamnya melalui saluran air yang berasal dari sungai
cibanten.
Arsitektur karaton akibon ini memang sungguh unik karena
sekeliling keraton sesungguhnya adalah saluran air. Artinya bahwa keraton ini
benar-benar dibangung seolah-olah di atas air, semua jalan masuk dari depan
maupun belakang ternyata memang benra-benar harus melalui jalan air. Dan
meskipun keraton ini didesain sebagai tempat ibu raja, tampak bahwa ciri-ciri
bangunan keislamannyatetap ada, karena ternyata inti bangunan ini adala sebuah
mesjid dengan pilar-pilar tinggi yang sangat megah dan anggun.
Dalam konsep arsitektur
hindu, pembedaan jenis pintu bentar dan paduraksa mengacu pada jenis/ fungsi
bangunan sakral/profan. Lokalitas tradisional siti hinggil pada keraton jawa
pada umumnya, keraton kaibon ini menjadi lokasi penempatan bangunan masjid,
yakni dihalaman kedua. Bangunan masjid ini berada di sisi
kanan gerbang. Selain pilar yang masih utuh, di dalam bangunan tersebut juga
terdapat mimbar yang berfungsi sebagai tempat berdirinya khotib.
Di bagian
lain, yaitu sebuah ruangan persegi empat dengan bagian dasarnya
yang lebih rendah atau menjorok ke dalam tanah, merupakan kamar dari Ratu
Asyiah. Ruang yang lebih rendah ini diduga digunakan sebagai pendingin ruangan
dengan cara mengalirkan air di dalamnya dan pada bagian atas batu diberi balok kayu sebagai dasar dari lantai ruangan.
Bekas penyangga papan masih terlihat jelas pada dinding ruangan ini.
Arsitektur Keraton Kaibon ini memang sungguh unik karena sekeliling keraton sesungguhnya adalah saluran air. Artinya bahwa keraton ini benar-benar dibangun seolah-olah di atas air. Semua jalan masuk dari depan maupun belakang ternyata memang benar-benar harus melalui jalan air.
Arsitektur Keraton Kaibon ini memang sungguh unik karena sekeliling keraton sesungguhnya adalah saluran air. Artinya bahwa keraton ini benar-benar dibangun seolah-olah di atas air. Semua jalan masuk dari depan maupun belakang ternyata memang benar-benar harus melalui jalan air.
Dan meskipun keraton ini memang didesain sebagai tempat tinggal ibu raja,
tampak bahwa ciri-ciri bangunan keislamannya tetap ada; karena ternyata
bangunan inti keraton ini adalah sebuah mesjid dengan pilar-pilar tinggi yang
sangat megah dan anggun. Dan kalau mau ditarik dan ditelusuri
jalur air ini memang menghubungkan laut, sehingga dapat dibayangkan betapa
indahnya tata alur jalan menuju keraton ini pada waktu itu.
IV.
Penutup
Keraton kaibon adalah sebuah
kediaman yang dibangun dan dihadiahkan kepada ibu sultan, yaitu sultan maulana
muhammad syafiuddin putra dari sultan terdahulu yaitu sultan muhammad muhyiddin
zainussalikhin, sultan syaifuddin membangun keraton dan memberikannya kepada
ibunda tercinta ratu aisyah. Keraton ini dibangun pada tahun 1815, dengan
pemerintahan yang dipimpin ibundanya, karena pada saat itu sultan syafiuddin
masih berumur 5-9 tahun. Gaya arsitektur hindu, buddha, eropa dan juga ada gaya
chinese karena masjid yang berada didalam keraton tersebut. Keraton in pada
awalnya dikelilingi air, maka dari itu terdapat kanal di sekeliling keraton
tersebut.
Namun sayang pada tahun 1832
keraton ini dihancurkan oleh belanda yang dipimpin herman willem daendels,
kehancuran ini disebabkan karena sultan syafiuddin menolak untuk melanjutkan
proyek pembangunan jalan dari anyer sampai panarukan, dimana daendels mengirim
seorang pengawal untuk menyampaikan pesannya tersebut, akan tetapi sultan
syaifuddin menolak untuk melanjutkan pembangunannya dan membunuh pengawal
tersebut hingga akhirnya daendels marah besar dan menghancurkannya,
penghancuran tersebut juga berimbas kepada keraton surosowan yang terletak tak
jauh dari keraton kaibon.
DAFTAR SUMBER
a.
Buku
1.
Ardianto, Tasrif, Dokumentasi Benda
Cagar Budaya Dan Kepurbakalaan Provinsi Banten,
Serang, Dinas Budaya Dan Pariwisata Provinsi Banten (2011).
2.
Juliadi, dkk, Ragam Pusaka Budaya
Banten, Serang, balai pelestarian peninggalan purbakala serang. (2005).
3.
Michrob, Halwany, dan Mudjahid Chudari, Proses
Islamisasi Di Banten Cuplikan Buku Catatan Masa Lalu, Serang, Perpustakaan
Halwany, (2006).
4.
Matindas, dkk, Banten From Space,
Jakarta, BAKOSURTANAL. (2006).
5.
Rafiudin, Hafidz, Riwayat Kesultanan
Banten, Serang, SAUDARA. (2006).
6.
Najib, Tubagus, dan Sugeng Ryanto, Banten
Budaya Dan Peradabannya, Jakarta, Banten Pengembangan Kebudayaan Dan
Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian Dan Pengengmbangan Budaya Pusat Penelitian
Arkeologi. (2002).
b.
Wawancara
Wawancara
dilakukan dengan bapak mulang kara selaku staf
pengelola kawasan peninggalan sejarah istana keraton kaibon.
[1] Tasrief Ardianto, Dokumentasi Benda Cagar Budaya Dan
Kepurbakalaan Provinsi Banten, Serang, Dinas Budaya Dan Pariwisata Provinsi
Banten (2011), Hlm 2.
[2] Juliadi, dkk, Ragam Pusaka Budaya Banten, Jakarta,
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang. (2005). Hlm 99-102.
6 Najib, Tubagus, dan Sugeng Ryanto, Banten
Budaya Dan Peradabannya, Jakarta, Banten Pengembangan Kebudayaan Dan
Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian Dan Pengenmbangan Budaya Pusat Penelitian
Arkeologi. (2002).
[7]
Michrob, Halwany, dan Mudjahid Chudari, proses islamisasi di banten cuplikan buku
catatan masa lalu, Serang, BAKOSURTANAL SERANG, (2006). Hlm 134.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar